Thursday 8 December 2016

Belajar dari Edelweis


Edelweis, bunga yang sangat cantik yang hanya bisa kita temukan diketinggian di atas 2000meter dpl, sebenarnya tanaman ini aslinya hanya tumbuh di sebuah jajaran pegunungan di benua Eropa yg membentang hingga melintasi beberapa negara, yaitu pegunungan Alpen, namun tanaman sejenis ini bisa kita jumpai juga di Indonesia dengan sebutan Edelweis Jawa dan nama latinnya apa gitu lupa lagi 😂😂 (males Googling).

Saya tidak akan membahas secara biologis mengenai bunga ini, tapi saya hanya ingin menceritakan beberapa filosofi tentang bunga ini,dan tentunya filosofi menurut versi saya.

Hampir semua org yang mengenal bunga ini selalu mengaitkan tentang sebuah keabadian, perjuangan, dan pengorbanan.
Sepertinya memang tepat apabila Edelweis menjadi simbol dari keabadian, perjuangan, dan pengorbanan karena utk melihat dan menyentuh bunga ini harus dengan perjuangan, selain habitat aslinya yang sulit dijangkau Edelweis hanya tumbuh di tempat yang tinggi dan bersuhu dingin, tentu saja tidak semua org bisa melihat dan menyentuh bunga ini secara langsung dengan mudah, butuh perjuangan beresiko dan pengorbanan utk menyentuh dan melihat sibunga cantik dan kalem ini, juga tidak semua org bisa mendekatinya lho. 😂

Ada satu hal yang membuat saya tertarik dengan bunga ini, selain bunganya yg cantik dan eksotik Edelweis juga mempunyai makna tersendiri buat saya,
Jika bunga Edelweis itu adalah seorang perempuan, tentu saja bakal membuat saya jatuh cinta se jatuh jatuhnya.

Menurut saya bunga Edelweis selain menyimbolkan tentang keabadian bunga ini jga mencerminkan tentang sebuah ketenangan (kalem), prinsip, komitmen dan kedewasaan.

Terkadang org seperti saya hanya melihat org dari penampilannya saja, hanya melihat dari luarnya kalem, tenang, dan terlihat dewasa sudah membuat saya kagum, dan itulah kelemahan saya, mudah mengagumi seseorang dengan melihat dari covernya, padahal belum tentu sifat aslinya seperti apa.

Bebrapa orang berpenampilan tenang, dewasa tidak menjamin sikapnyapun akan dewasa, saat dalam kondisi tertekan sifat asli seseorang akan terlihat, terkadang penampilan kalem dan perkataan dewasa akan seketika hilang saat seseorang itu dlm kondisi sulit.

Dalam kondisi tertekan beberapa org ada yang menggunakan kata2 bijak utk bersembunyi dalam masalahnya, ada yang justru memojokkan org lain dalam kata2 bijaknya, dan mengumbar setiap kesedihan dengan cara sedemikian lebay,
Apakah pantas seorang dewasa mengumbar kesedihannya di medsos dan tempat lainnya utk di konsumsi org banyak?, Apa seorang yg dewasa harus menjelekan org lain secara halus dengan kata2 halus, agar org lain tau bahwa kita benar? Apakah orang yang dewasa seperti itu?

Akhir2 ini ada contoh seperti itu di kehidupan saya, sperti dilingkungan kerja saya, memang sih saya tidak terlibat dlm masalahnya, hanya saja saya menyayangkan melihat sikap seperti itu, dan mengingatkan tentang pengalaman yang pernah saya alami jg.

Apa masalah bisa selesai dengan mengumbar2 masalah atau kesedihan di khalayak org banyak? Dan apakah menjelekan org lain secara halus menjadi solusi, agar org percaya bahwa kita benar dan Lawan kita salah?

Saya bukan seseorang yang dewasa yang mempunyai pemikiran bijak, saya juga sangat jauh dari kata sempurna, tapi mungkin menurut saya alangkah baiknya jika permasalahan diselesaikan dengan cara duduk bersama?

Mungkin sulit jika suatu masalah berhubungan dengan ego, tapi itu kembali pada pribadi masing2, seseorang yang dewasa mungkin akan mau menurunkan sedikit egonya utk menyelamatkan sebuah hubungan, pertemanan, dan kepercayaan.

Itulah yg membuat saya selalu kecewa menilai seseorang dari penampilan, wajah dan perkataannya. Kadang org yang menurut saya seorang panutan sifatnya bertolak balik.

Saya seorang pemuda yang harus banyak belajar, seorang pemuda yang mencoba menjadi pribadi yang sedikit demi sedikit ingin menjadi lebih baik, terkadang ada beberapa org yang menuntut org lain agar lebih baik, tapi org tersebut malah yang sering melanggar apa yg sudah dia nasehatkan pada org lain. Hmmm

Intinya jgn terlalu percaya dengan penampilan, penampilan baik, kelakuan baik, , tapi belum tentu dengan sifat dan karakternya. Dan jangan mudah menjadikan seseorang menjadi panutan krna hanya menilai dari luarnya saja baik, banyak jg yang berpenampilan baik tapi korupsi, berpenampilan alim tapi poligami  Banyak.

Belajar itu bukan hanya pada manusia saja, alam dan lingkungan sekitar kita jg memberi banyak pelajaran.

Intinya lebih baik di benci jadi diri sendiri , dari pada menjadi org lain hanya utk dikagumi orang.

Seperti bunga Edelweis tumbuh ditempat tersembunyi dan tinggi, seakan tak ingin keindahannya terlihat oleh banyak org, tapi setiap org tau bahwa bunga Edelweis indah, sekalipun org itu blm pernah melihat secara langsung.

0 komentar:

Post a Comment